Sunday, July 4, 2010
Review : Twilight Saga Eclipse
Siang hari tengah bolong saya sudah mendapatkan SMS yang bunyinya mengkonfontir saya supaya membelikan dia tiket nonton Twilight Saga : Eclipse. Yess, lagi-lagi gairah muda anak ABG yang niatnya menonton bukan karena melihat kualitas, tapi segi kuantitas. Kenapa film itu sihh? Tanya saya langsung.
“Alasan aku cuma satu kok, ya Robert Pattinson!”
Apaan tuh? Karena apa? Aktingnya? Komentar saya secepat kilat.
“Bukaan laah, ituu karena Tuhan hebaaat banget menciptakan laki-laki tampan kayak dia.. “
Ngga lama sahabatnya pun ikut pula menyambar bak petir siang hari.
“Kalo aku sih bukan karena dia..”
Karena apalagi nih? Oh, mungkin justru dia satu-satunya ABG perempuan yang memang mengerti dan mau menghargai kualitas sebuah film. Ternyata, eh ternyata..
“Bukan Robert atau masalah tampan! Tapi, Taylor Lautner ituuuu... kalo udah buka baju! Masya Alloohh.. aku menggigil menggelora berteriak terpana kakaaaa!”
Ya Tuhan. Kenapa harus begini banget ya. No wonder sahabat saya menolak saya ajak menonton film ini.
Alkisah si Robert Pattinson memerankan peran Edward Cullen, merupakan keturunan bangsa vampir yang memang hidup ribuan tahun menjadi makhluk penghisap darah. Di film yang memang mengadaptasi dari sebuah buku novel terlaris Stephanie Meyer ini, memang cenderung digilai ABG, terutama para gadis belia. Akhirnya, melalui film ini, mereka bisa melihat langsung imajinasi Edward yang nyata dalam sebuah film, setelah sekian lama membaca novel tersebut.
Kalo kamu, juga pecinta Twilight kan? Memang film sebelumnya sebagus novelnya ya? Tanya saya iseng pada sahabat ABG lainnya. Dia hanya tersipu malu, sambil tertawa kecil. Asa saya pupus. Makin kepleset deh.
“Saya mah ngga peduli bukunya.. Saya ngga suka baca. Yang penting, yang jadi heboh di sekolah, dan membuat cewek-cewek berteriak histeris soal ketampanan seorang cowok, ya pasti saya ikutan!”
Saya merasa terkungkung dan terjebak di sekumpulan ABABIL alias Abege Labil yang ngga mengerti apa objetik dari menonton sebuah film, dari sekedar melihat fisik semata ketimbang melihat kualitas dan gimana proses produksi sebuah film hebat tercipta. Film ini memang cenderung menjadi Box Office, Box Office karena banyak penonton yang menyaksikan kehebatan fisik semata, bukan kualitas cerita yang berhasil di adaptasi dari buku novelnya. Selalu saja melenceng. Melenceng dari esensi hebat imajinasi buku.
Girls, there is no way an intelligent lady like yourself could fall head over heals for such cinematic idiocy. Watch the first one and you'll note that it’s not a FUN-tastic movie, it’s B-tastic! BAD-tastic movie.
Coba aja tonton adegan pertama, di saat si Edward lagi mesra-mesraan bareng Bella di sebuah taman bunga. Blah! Untuk adegan 2 sampai 3 menit, im doing juuust fine. But, it takes more than 5! Boooooring.
“Tapi kakaaa, jangan B alias Bosen dongg, itu liat tuh. Obrolan mereka seru banget kaan, soalnya si Edward ngajak kawin si Bella. Akhirnyaa kakaaa!” ujar ABG sebelah kiri saya.
Ngga kok, memang saya B yang itu, B juga alias Bosen juga, tapi saya juga B yang BAD MOVIES maksudnyaaahh! Ehh, ngga lama, sebelah kanan ikutan berkomentar menyenggol.
“Ngga ahh, obrolan ngga penting, yang penting sebentar lagi nih.. adegan serunya..”
Kenapa emangnya? Mereka akan di serang oleh sekumpulan musuh vampir? Mereka akan diserang segerombolan serigala yang di komandoi Jacob?
“Nah.. ini diaa! Ahhh.. awww Robeeerrrtt..”
That Vampires sparkle in the sun. Kulit si Edward berkilau ketika matahari menyinari kulit wajahnya. Dan angle itu terlihat dengan durasi yang cukup lama buat ABG berteriak histeris. Masya Tuhan, ini bioskop apa kandang ABG siih? Edward Cullen bersinar kulitnya, seakan terdapat pecahan berlian di seluruh wajahnya. Seperti iklan wajah merona dengan balutan sinar terpancar dari aura wajah iklan Tje Fuk.. Bah!
“ahhhh! Uhhhh Jacoobbbb!”
Haduh, another hysterical screaming nih. Ngga lain deh si perut rata dada busung Jacob keluar. Yak, telanjang. Telanjang kaki maksudnya, ngga pake baju, cuma celana pendek jeans aja. Perannya Taylor Lautner gampang banget disini, Cuma buka baju, akting garang nan gahar yang penting bisa bikin suasana histeris perempuan seluruh dunia menggelegar! Si Jacob dan kawannnya spesiesnya ini adalah jelmaan seekor binatang serigala yang ukurannya 3 kali lebih gede dari manusia. Setiap kali mereka transform into werewolf, mereka berubah dengan cepat kembali ke wujud manusia, dalam sekejap. Dan,.. memakai celana jeans! Said werewolves keep a pair of shorts handy at all times for when they transform back. Yeah right? Where all thse jeans when they’re tranform into werewolf anyway? Lucu juga kan kalo werewolf nya di sponsorin sama Levi’s..
Sisi gelap dari film ini memang terkesan menggemparkan suasana bisokop dengan permainan amboance musik scoring dan juga angle-ange yang lumayan misterius. Se-misterius pemain pembantu, yang namanya kalo di film-film selain film ini, dia bahkan bukan jadi pemeran wanita pembantu, bahkan dia jadi pemeran utama. Perannya dia lebih gampang lagi. Kalo dihitung, paling 2-3 scene aja kali. Namanya vampir, yaahh harus berakting misterius dong. Cukup dengan memakai jubah hitam, soft lense orange kemerahan yang bisa dibeli di toko kacamata senilai 100ribu, rambut pirang, dan make up smokey eyes, and.. voila! Terciptalah vampir mirip Dakota Fanning!
Di pertengahan film pun, saya sempat ber-tweet ria dan juga BBM dengan sahabat saya. Menyatakan bahwa saya meminta pertolongan untuk segera mengakhiri penderitaan menonton film ini. Aside from a few sets which left me feeling like I was watching a soap opera and a lack of wide shots, there are a number of scenes with vampires appearing in the light but not sparkling! Nah gimana tuh bagian spesial FX-nya, tim make up ada yang mau bertanggung jawab? Come on people! Hokeus fokeus!! Fokusin deh sama beberapa detil yang ada dalam film ini, termasuk soft lense. The contacts still look fake, and I could see make up on Edwards arm and missing from his ears in extreme close-ups.
Ternyata, film ini ngga cuma mengumbar fisik keren beken si pemainnya, beberapa line dari dialog juga penting buat mainin emosi penonton. Teriakan penonton membuat saya kembali melihat ke layar besar itu. Jacob kembali, lagi-lagi perempuan-perempuan ini menggelinjang. Apalagi setelah dia ngomong ke Edward yang memang sebagai vampir memliliki suhu badan yang cenderung dingin, sedingin wajahnya yang pucat, “Admit it, I’m hotter than you..”
How can you not point and laugh?! In some of the earlier, the treatments, the dialogue was just bad, but now it’s so bad it’s good! Or at least entertaining..
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment