Saturday, July 24, 2010

Pembalut Hidup Pakai Sayap


"Keliatan. Ngga keliatan!" gitu kata si Julie Estelle di salah satu iklan pembalut.

Cuma dengan materi setipis itu, bisa meng-cover begitu banyak "masalah" pada wanita. Wanita udah dibikin enak dan ngga perlu repot soal yang namanya menghadapi sebuah "masalah" yang datang setiap bulan.

"Beib, gue udah mentok sementok-mentoknya nih..."
"Na bagus dong." jawab saya enteng.
"Kok bagus?" tanya sahabat wanita saya heran.
"Ya berarti lo sudah mendapatkan proporsi tubuh yang ideal menjadi wanita montok."
"Tolol! men-tok. bukan mon-tok."
teriaknya kesal disamping kuping saya sambil ngeloyor pergi. Ngambek ceritanya.

Dalam upaya pengejaran dan sedikit rayuan gombal, saya mendapatkan cerita detil dari sahabat wanita saya yang sudah saya gauli selama kurang lebih 8 tahun bersahabat. (Mohon membaca Gauli dalam perspektif yang positif, maksudnya bergaul. bukan, bukan bergumul.,-red)

Teman wanita saya merasa bosan dengan kerjaanya sekarang. dia butuh tantangan, butuh suasana kerja baru. butuh sesuatu yang lebih untuk mem-brainwash otaknya dengan hal yang lebih penting dari kerjaannya sekarang.

"Maksud gue, bukan ngga penting. Ya printilan basa-basi dan santai-santai ngga jelas gini lho yang bikin gue menganggap hal ini jadi ngga penting." akunya. At least dia jujur. setelah 5 tahun bekerja, dia ngga mau lagi ada angka 6 dalam CV barunya nanti di 2010 ini, bekerja di tempat yang sama, yang dia rintis dari nol.

"Bukannya lo udah enak? Lo ngga bersyukur ih.. amit deh." komentar saya enteng.
"Gue bersyukur, selalu bersyukur. Tapi, seenggaknya ya mbok ya e-mail gue ke yang diatas di bales kek, pertanyaan atas kapan gue bisa kerja ditempat lain, kapan kejawabnya?" jawabnya dengan tatapan kosong.
"Gila... lo udah berani banget langsung e-mail direktur kantor. Lo emang wanita super beb, hebat. Bu Hebring Bunda Dorce kalah." canda saya.
"Punya temen kayak lo bikin gue makan ati. Tolol ngga abis-abis. Itu cuma perumpamaan aja dodol!"

5 tahun menurutnya sudah cukup. Cukup bagi dia untuk pergi dan meninggalkan pekerjaannya itu. Dia mengawali dengan hanya menjadi asisten, dan sekarang bisa menjadi seorang pimpinan. Pimpinan yang kerjaannya ngga hanya ngurusin hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya sehari-hari, tapi juga harus ngurus hal-hal diluar kemampuannya itu. Mulai dari basa-basi dengan klien, sampai cuma diminta pendapat soal warna cat tembok bos finance yang punya ruangan baru. Saya kagum padanya. Dia punya talenta besar.

Tahun pertama, kedua, ketiga, cobaannya cukup besar untuk dia bisa menjadi posisi seorang pimpinan. Tahun demi tahun itu, dia pikir hanyalah pengembangan kepribadian dan pengalaman sebanyak-banyaknya yang bisa dia kumpulkan. She made it. Tapi, dia mulai terlena pada saat menikmati semua hasil kerja kerasnya, sehingga perlahan tapi pasti, dia mulai kehilangan semua dinamika, etos kerja, serta nilai-nilai dasar yang telah menghantarkan mereka kepada level kesuksesan yang sekarang.
Yaahh, bisa dibilang dia udah berada di zona nyaman sekarang. Kurang apa sih? Kerja nine to five, punya anak buah 2 orang, sekertaris berbagi sama bos divisi lain. Jatah uang makan lebih besar dari karyawan biasa, udah menjalin hubungan baik sama big boss, banyak deh privilege yang dia miliki. ehhh, .. Sekarang malah pengen cabut dari kerjaannya sekarang. Manusia emang yaa, ngga pernah mau puas sama satu hal.

"Bukan!! Bukan masalah ngga puas. Gue ngerasa akhir-akhir ini kerjaan gue stagnan. Flat. Otak gue makin hari ngga terasah. Gue males menghadapi basa-basi kantor dan politik bahkan pembentukan kerajaan-kerajaan di kantor ini. Udah cukup sama kotoran kayak gini." dia pun menjawab dengan menggebu-gebu.

Wah, dia serius, bener-bener serius.

"Hadoohh, lagipula, kapan siihh si Ali bakal resign? Kan abis itu baru bisa gue ikutan dan makin terbuka pintu kemungkinan gue akan segera meninggalkan kantor ini.." keluhnya.
"Hah? Kenapa nyambung-nyambungnya ke si Ali sih? Emang dia mau resign juga? Apa hubungannya kalo Ali resign lo ikutan resign?" tanya saya bingung.

Ternyata dulu, 2 tahun lalu, sahabat saya ini pernah di ramal oleh temannya. Si peramal itu bilang, kalau sahabat saya akan resign, setelah si Ali resign. KArena cenderung dia merasa stuck dengan profesinya sekarang, sahabat saya itu, bekerja alakadarnya saja. Wise man said, "..seseorang bisa dikatakan ada dalam zona nyaman ketika orang yang bersangkutan telah berhenti berusaha untuk menjadi lebih baik – ia berhenti mengembangkan kapasitasnya dan cenderung untuk menghindari tantangan dan tanggung jawab yang lebih besar.."
Pret!

"Aneh lo! Kalo emang belom waktunya ya mau gimana lagi. Cuma kalo lo emang mau terima resiko, kapan aja lo mau resign, Tuhan juga bakal ngijinin." jawab saya.
"ihh,, lo dukung gue kek. Malah nasehatin ngga penting deh! Bikin emosi jiwa aja.. " jawabnya kesel.

Ihh, ini emosinya sama aja kalo dia lagi dateng bulan. Sakit di fisik, ngga berhenti buat dia untuk dibagi sama sahabatnya, dengan curhatan emosi. "Masalah" yang dihadapi sahabat saya udah kadung berat banget bagi dia. Pembalut yang dia pake sekarang udah penuh banget. Tinggal gimana caranya dia ngebersihin dan cari yang cocok sama dia, yang ngga bikin sensitif kulit dan hati setelah sekian lama dipakai.

Emang udah saatnya dia cari pembalut baru, yang kesannya ngga cuma tipis, tapi bersayap juga. Supaya dia bisa mengepakkan sayapnya, dan bisa menampung banyak pengaaman dan serunya masalah baru.
Abis itu, paling dia nyampah lagi soal pembalut barunya itu. lagi dan lagi.. ke saya, siapa lagi?

No comments:

Post a Comment