Tuesday, May 25, 2010

Baik(nya)

Ternyata, menjadi orang baik itu enak juga. Maksudnya, bukan berarti saya ngga baik sih. Hanya saja, selama ini kebanyakan sudut pandang saya ketika pertama kali melihat orang itu pasti bawaannya judging by they looks and attitude. Selama ini, kemampuan “sixth sense” saya ini, saya manfaatkan sebagai kelebihan saya. Boro-boro melihat makhluk lain selain manusia, maksudnya makhluk gaib gitu, - duh jangan sampe yak.. *knock on wood*. Ini Cuma kemampuan melihat kecocokan seseorang dengan saya pribadi maupun ke dalam sebuah kelompok sekalipun. Temen saya bilang, kemampuan ini kalo di istilah China nya, chi ong. Dia pernah bilang saya saya kalo dia memiliki temen kantor yang memang ngga punya rasa sense of belonging yang tinggi, bahkan cenderung sok tau. Makanya gue chi ong sama dia, ngga cocok gitu deh, dan bener deh cara kerja nya dia juga ngga becus, begitu katanya penuh emosi.
Setiap kali bertemu dengan orang baru, sekejap kemampuan saya bekerja. Wah, saya langsung menikmati kemampuan saya ini. Kemampuan menilai orang lain hanya dengan sebentar saja berbicara dengan mereka, walau dengan sapa. Hanya sekedar halo, atau jabatan tangan sekalipun. Well, itu kemampuan saya, menilai orang lain. Setidaknya menilai dari penilaian yang objektif. Ya, menurut saya.

Klise
Kemampuan saya ini semakin tumbuh dan berkembang. Saya mengasahnya hanya dengan terbiasa bergaul dengan orang baru dan bahkan teman lama atau teman kantor yang sudah saya mengerti sekali tabiat mereka. Mulai dari masuk lift, dilanjutkan dengan basa-basi “Tumben baru datang?” atau pernyataan klise yang Cuma sekedar membuka topic pembicaraan pagi-pagi seperti, “Jakarta panas banget ya? Mana macet lagi!”
Oh, come on! Saya sudah puluhan tahun tinggal di Jakarta, begitu juga dengan orang yang bahkan baru setahun bahkan let say, 3 bulan deh tinggal di Jakarta. Semua tahu kalau mobilitas kota Jakarta ngga luput dari macetnya lalu lintas bahkan kerumunan penduduknya yang membuat suasana makin gerah.

Old Friends
Lain lagi kalo ketemu temen lama, pertanyaan yang muncul, selain senyum simpul bahwa diri merasa sukses, paling mentok pertanyaannya seputar pekerjaan, pasangan bahkan pertanyaan yang lucu banget, “Sebentar deh, lo tinggal dimana deh gue lupa?”
Di titik saya merasa berkuasa menjadi orang yang paling “pintar” menilai orang lain, saya semakin sungguh menempati tempat paling tinggi di dunia. Seakan saya bisa men-judge orang tanpa mengenal mereka lebih dalam lagi.
Kalau saya ingat kembali pertama kali saya bertemu dengan sahabat-sahabat saya sekarang ini, membuat saya jadi berpikir kembali. Ayolah, ternyata saya ngga sehebat itu. Saya bukan Mama Lauren atau bahkan Uya Kuya yang menandingi Romy Rafael. Tapi, sekali lagi, kemampuan saya bukan itu kok! Sumpah deh. Kemampuan saya? Yaa,.. *tiba-tiba jadi bego dan rendah banget* Saya hanya manusia bodoh yang mengaku punya kemampuan menilai orang hanya dalam sekejap. Sampul buku memang atraktif untuk saya raih, namun ternyata isinya ngga menarik sama sekali. Membaca di chapter 1 saya membuat saya ogah untuk melanjutkan ke chapter berikutnya.

Strawberry & Choco Sandwich
Ketika pagi ini, saya bangun dengan perasaan senang, saya belajar untuk mengangkut beban dan menjadikannya ringan, membagi pesona kebaikan kepada semua orang. Ngga peduli walau satpam kantor dan resepsionis menebarkan senyum palsu, saya ngga peduli teman kantor basa-basi hanya untuk mulai pembicaraan. Saya mulai dengan membagi potongan roti selai strawberry dan cokelat kepada orang yang saya bebani dengan kemurkaan saya atas ketidaksukaan saya kepadanya, dimulai sejak dia masuk ke kantor ini. Dia membalasnya dengan ucapan terima kasih, dan bahkan senyuman!

Saya yakin, kita semua pernah punya niat baik untuk melakukan sesuatu yang baik. Tapi, ngga lama kita gagal buat melakukannya. Kita mungkin ingin menelepon untuk mengetahui kabar seorang sahabat, menyapa satpam kantor muka mesem, berkata “halo, selamat pagi” pada resepsionis namun dibalaas dengan senyuman palsu tidak ikhlas, atau sekedar menulis pesan singkat lewat SMS atau BBM Cuma untuk kasih semangat. Tapi, kenyataannya kita ngga punya waktu, atau .. ngga punya niat?

Memang? Ada sesuatu yang ditunda ya? Pikir saya dalam hati. Ngga ada kok! Setelah lama berpikir tentunya. Padahal saya ngga sibuk-sibuk amat. Saya bukan GM anyway, bahkan Direktur sekalipun. Tapi, rupanya jawabannya sudah saya dapatkan. Saya egois.

“Maksud baik ngga akan jadi baik, sampai maksud itu diwujudkan dalam tindakan..”

No comments:

Post a Comment