Public Display of Affection
The Display of Public Affections
Saturday, August 14, 2010
Fashion Icon : Justin Timberlake
Kebayang deh, jaman dulu popo star boyband booming dan lagu-lagu hits mereka bertaburan dan melang-lang buana di telinga remaja ABG di akhir 90-an sampai sempat mengisi hebohnya jaman millennium. They had look, they had voice. Few, if any, young pop stars transcend into adult stardom, but Justin Timberlake has done it by changing the way he is perceived by his old and new fans. Yes, *NSYNC jadi pijakan pertamanya buat jadi setenar sekarang. Yang diinget, selain gerakan tubuhnya yang pintar nge-dance, adalah penampilan pertamanya di public dengan rambut goldie curlie nya. It was an issue back then! We know him from the first time he transforms himself into a young and talented songwriter and performer, also he knows how to keep his style ageless. He got his sexy back! Yeah.. He did transform himself for a new age and a new fan base. He get rid his curly hair, he trashed the wannabe hip-hop threads; dan yang ngga kalah hits nya adalah ketika dia bisa menyisihkan waktu untuk membentuk sebuah karakter penampilan yang outstandingly unique. Made him an fashion icon. The shirt still reveals the physique, but also gives you a modern way to dress down formal wear. It’s the perfect way to tell the world you mean business and are ready to be a new man – JT style.
Tuesday, August 3, 2010
Fashion Icon : Joseph Gordon-Levitt
Di Caprio adalah alasan saya menonton Inception. Sebuah terobosan bahkan tantangan baru buat Di Caprio dalam konsep film yang merupakan genre sci-fi kontemporer dengan berbagai macam efek yang luar biasa jenius. Tapi, kali ini, kebosanan membuat saya memalingkan kualitas film ini, ke arah nilai jual dan daya tarik penampilan fashion pemainnya. Everyone is talking about it, the movie yet the cast. Its stars and their costumes, the mind-bendery, instead the action. Lawan main Di Caprio, yang ngga setenar sekarang – yang dulunya kehilangan Summer dan akhirnya mendapatkan Autumn di 500 (days) of Summer – akhirnya unjuk diri dengan ciri khas dan membentuk karakter baru.
Paduan apik dalam membentuk penampilan outfit yang memukau, came up with those suits. Yeah, we’re talking about Arthur, played by Joseph Gordon-Levitt. Terbentuk sangat sempurna dengan karakter yang classy dan lebih mature. Let’s take a moment when he started his career. Perpaduan antara karakter wajah dan porsi tubuh yang tepat buat jadi fashion icon. He knows how to mix his patterns right. He kept the palette simple, and the stripes, checks, and dots are all of a similar scale. Ngga ada pola bahkan selera yang buruk bertabrakan dalam selera fashionnya. Gaya berpakaian a la Levitt memang terkesan naturally sophisticated and neat, classy also. Kesan formal yang dibentuk tepat banget untuk menciptakan sebuah karakter pria dengan penampilan dan aura yang smart.
Fashion Icon, through him, they don't clash, they don't overwhelm — they create visual interest. He’s the men! The new fashion icon on earth! Levitt is one of the best dressed young men in Hollywood.
Monday, August 2, 2010
Saturday, July 24, 2010
Pembalut Hidup Pakai Sayap
"Keliatan. Ngga keliatan!" gitu kata si Julie Estelle di salah satu iklan pembalut.
Cuma dengan materi setipis itu, bisa meng-cover begitu banyak "masalah" pada wanita. Wanita udah dibikin enak dan ngga perlu repot soal yang namanya menghadapi sebuah "masalah" yang datang setiap bulan.
"Beib, gue udah mentok sementok-mentoknya nih..."
"Na bagus dong." jawab saya enteng.
"Kok bagus?" tanya sahabat wanita saya heran.
"Ya berarti lo sudah mendapatkan proporsi tubuh yang ideal menjadi wanita montok."
"Tolol! men-tok. bukan mon-tok." teriaknya kesal disamping kuping saya sambil ngeloyor pergi. Ngambek ceritanya.
Dalam upaya pengejaran dan sedikit rayuan gombal, saya mendapatkan cerita detil dari sahabat wanita saya yang sudah saya gauli selama kurang lebih 8 tahun bersahabat. (Mohon membaca Gauli dalam perspektif yang positif, maksudnya bergaul. bukan, bukan bergumul.,-red)
Teman wanita saya merasa bosan dengan kerjaanya sekarang. dia butuh tantangan, butuh suasana kerja baru. butuh sesuatu yang lebih untuk mem-brainwash otaknya dengan hal yang lebih penting dari kerjaannya sekarang.
"Maksud gue, bukan ngga penting. Ya printilan basa-basi dan santai-santai ngga jelas gini lho yang bikin gue menganggap hal ini jadi ngga penting." akunya. At least dia jujur. setelah 5 tahun bekerja, dia ngga mau lagi ada angka 6 dalam CV barunya nanti di 2010 ini, bekerja di tempat yang sama, yang dia rintis dari nol.
"Bukannya lo udah enak? Lo ngga bersyukur ih.. amit deh." komentar saya enteng.
"Gue bersyukur, selalu bersyukur. Tapi, seenggaknya ya mbok ya e-mail gue ke yang diatas di bales kek, pertanyaan atas kapan gue bisa kerja ditempat lain, kapan kejawabnya?" jawabnya dengan tatapan kosong.
"Gila... lo udah berani banget langsung e-mail direktur kantor. Lo emang wanita super beb, hebat. Bu Hebring Bunda Dorce kalah." canda saya.
"Punya temen kayak lo bikin gue makan ati. Tolol ngga abis-abis. Itu cuma perumpamaan aja dodol!"
5 tahun menurutnya sudah cukup. Cukup bagi dia untuk pergi dan meninggalkan pekerjaannya itu. Dia mengawali dengan hanya menjadi asisten, dan sekarang bisa menjadi seorang pimpinan. Pimpinan yang kerjaannya ngga hanya ngurusin hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya sehari-hari, tapi juga harus ngurus hal-hal diluar kemampuannya itu. Mulai dari basa-basi dengan klien, sampai cuma diminta pendapat soal warna cat tembok bos finance yang punya ruangan baru. Saya kagum padanya. Dia punya talenta besar.
Tahun pertama, kedua, ketiga, cobaannya cukup besar untuk dia bisa menjadi posisi seorang pimpinan. Tahun demi tahun itu, dia pikir hanyalah pengembangan kepribadian dan pengalaman sebanyak-banyaknya yang bisa dia kumpulkan. She made it. Tapi, dia mulai terlena pada saat menikmati semua hasil kerja kerasnya, sehingga perlahan tapi pasti, dia mulai kehilangan semua dinamika, etos kerja, serta nilai-nilai dasar yang telah menghantarkan mereka kepada level kesuksesan yang sekarang.
Yaahh, bisa dibilang dia udah berada di zona nyaman sekarang. Kurang apa sih? Kerja nine to five, punya anak buah 2 orang, sekertaris berbagi sama bos divisi lain. Jatah uang makan lebih besar dari karyawan biasa, udah menjalin hubungan baik sama big boss, banyak deh privilege yang dia miliki. ehhh, .. Sekarang malah pengen cabut dari kerjaannya sekarang. Manusia emang yaa, ngga pernah mau puas sama satu hal.
"Bukan!! Bukan masalah ngga puas. Gue ngerasa akhir-akhir ini kerjaan gue stagnan. Flat. Otak gue makin hari ngga terasah. Gue males menghadapi basa-basi kantor dan politik bahkan pembentukan kerajaan-kerajaan di kantor ini. Udah cukup sama kotoran kayak gini." dia pun menjawab dengan menggebu-gebu.
Wah, dia serius, bener-bener serius.
"Hadoohh, lagipula, kapan siihh si Ali bakal resign? Kan abis itu baru bisa gue ikutan dan makin terbuka pintu kemungkinan gue akan segera meninggalkan kantor ini.." keluhnya.
"Hah? Kenapa nyambung-nyambungnya ke si Ali sih? Emang dia mau resign juga? Apa hubungannya kalo Ali resign lo ikutan resign?" tanya saya bingung.
Ternyata dulu, 2 tahun lalu, sahabat saya ini pernah di ramal oleh temannya. Si peramal itu bilang, kalau sahabat saya akan resign, setelah si Ali resign. KArena cenderung dia merasa stuck dengan profesinya sekarang, sahabat saya itu, bekerja alakadarnya saja. Wise man said, "..seseorang bisa dikatakan ada dalam zona nyaman ketika orang yang bersangkutan telah berhenti berusaha untuk menjadi lebih baik – ia berhenti mengembangkan kapasitasnya dan cenderung untuk menghindari tantangan dan tanggung jawab yang lebih besar.."
Pret!
"Aneh lo! Kalo emang belom waktunya ya mau gimana lagi. Cuma kalo lo emang mau terima resiko, kapan aja lo mau resign, Tuhan juga bakal ngijinin." jawab saya.
"ihh,, lo dukung gue kek. Malah nasehatin ngga penting deh! Bikin emosi jiwa aja.. " jawabnya kesel.
Ihh, ini emosinya sama aja kalo dia lagi dateng bulan. Sakit di fisik, ngga berhenti buat dia untuk dibagi sama sahabatnya, dengan curhatan emosi. "Masalah" yang dihadapi sahabat saya udah kadung berat banget bagi dia. Pembalut yang dia pake sekarang udah penuh banget. Tinggal gimana caranya dia ngebersihin dan cari yang cocok sama dia, yang ngga bikin sensitif kulit dan hati setelah sekian lama dipakai.
Emang udah saatnya dia cari pembalut baru, yang kesannya ngga cuma tipis, tapi bersayap juga. Supaya dia bisa mengepakkan sayapnya, dan bisa menampung banyak pengaaman dan serunya masalah baru.
Abis itu, paling dia nyampah lagi soal pembalut barunya itu. lagi dan lagi.. ke saya, siapa lagi?
Subscribe to:
Posts (Atom)